Selasa, 12 Maret 2013

Simamaung.com : Arena Bobotoh : "Persib, Layaknya Ibu Yang Tidak Mengakui Malin Kundang"



Written By: fauzan.
Dikutip dari "Simamaung.com"
Bangsa Indonesia mempunyai banyak sekali cerita rakyat. Salah satu cerita rakyat adalah cerita si Malin Kundang yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Legenda ini merupakan legenda yang cukup menyeramkan di Indonesia. Di akhir cerita, kehidupan Malin Kundang yang sudah sukses di pengembaraannya harus berakhir menjadi seonggok batu karena dikutuk ibunya yang kecewa. Batu, sebuah benda yang menurut Clara Evi Citraningtyas (2004) merupakan benda mati yang membelenggu, tidak produktif, keras, dan dingin.
Sejak dahulu, Bandung terkenal sebagai salah satu gudang pesepakbola handal yang mampu bergoyang di panggung sepakbola nasional. Para pesepakbola berbakat tersebut bermuara ke satu tempat, Persib Bandung. Di masa lalu, anak-anak Bandung berhasil membuat lawan gugup sebelum bertanding, merajai pesepakbolaan nasional, dan membuat daerahnya bangga dengan raihan beberapa gelar. Bagi mereka, Persib adalah sosok seorang ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anaknya hingga dewasa dan berhasil dalam kehidupan.
Namun, keadaan masa lalu tersebut sangat berbeda dengan masa sekarang. Belasan tahun sudah kota bandung tidak lagi disinggahi piala kehormatan dan jalan-jalan kota ini sepertinya merindukan berlalunya iringan kendaraan berkonvoi saat para pemain berpawai memperlihatkan piala yang mereka raih. Kegagalan Persib menorehkan prestasi, diikuti juga dengan kegagalan sistem pembinaan yang dahulu sangat diagungkan. Para pemain muda sangat sulit menembus barisan inti tim Maung Bandung dan para bos di klub lebih memilih pemain luar Bandung. Orang menyebut mereka pemain bintang, walaupun label kebintangan mereka bersinar hanya di Indonesia saja. Anak-anak itu kehilangan sosok ibu, yang melindungi, mengayomi, dan menyalurkan bakat besar ke arah yang benar.
Walaupun memainkan pemain luar bukanlah suatu kesalahan terutama di modern football era seperti ini, namun ada yang terkhianati dalam proses pemilihan pemain di Persib saat ini. Dengan dalih mengejar target juara, para pemain muda asli Bandung harus terlempar dari posisi inti. Pemain yang bertahan di Persib Bandung seperti Rizky Bagja, M Agung, Sigit, Jajang Sukmara, dll harus rela menjadi pemain pelapis. Kecuali Shahar Ginanjar yang dalam pertandingan terakhir mendapat tempat di tim utama, nama-nama lain sangat jarang mendapat menit bermain. Sosok ibu yang berpaling dari rasa cinta anak-anaknya.
Saat ini Persib Bandung sangat bernafsu mengejar juara setelah berpuasa gelar hampir 17 musim lamanya. Namun nafsu ini membutakan bahwa anak-anak Bandung adalah pemain yang berbakat dan mampu berbicara di kancah nasional. Sekali lagi penulis katakan bahwa memakai pemain daerah lain bukanlah merupakan kesalahan dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan raihan gelar juara. Tapi, kata apa yang dapat menggambarkan fakta bahwa menyiakan bakat dan keinginan pemain didikan sendiri selain kata pengkhianatan?
Marek Janota adalah pelatih legendaris untuk Persib. Marek dianggap telah meletakan dasar sepakbola yang benar untuk anak-anak muda Bandung di awal era 80-an. Karena pondasi tim yang dibuat sangat kokoh, maka Persib berjaya sampai pertengahan 90-an. Di masa ini, pembentukan pondasi seperti itu sepertinya sudah dianggap usang dan kuno. Apalagi tim Maung Bandung adalah tim kaya yang bisa mengontrak pemain Indonesia terbaik mana saja, maka Persib pun rela meninggalkan pondasi yang sudah dibuat. Pembentukan tim yang selalu instant, tanpa proses, tanpa pondasi yang kuat, hanya membuat tim ini ….. (pembaca dapat mengisinya sendiri).
Pemain Bandung saat ini masih diperhitungkan di kancah pesepakbolaan nasional, dengan syarat mereka mendapat menit bermain yang cukup. Musim lalu, Jajang Sukmara dan Budiawan mampu menunjukan kemampuannya saat dipercaya bermain di atas lapangan hijau. Coba tengok catatan gol yang bersarang di gawang Persib di 3 games tandang terakhir. Tiga pemain Bandung mampu merobek gawang Persib untuk menyumbang gol dan kemenangan timnya masing-masing. Tercatat nama Ferdinand Sinaga (yg memberi assist gol bunuh diri Supardi), Jajang Mulyana, dan Tantan adalah aktor yang membuat sang ibu menangis. Bagi sebagian bobotoh, mungkin mereka adalah sosok Malin Kundang yang mendurhakai ibunya, Persib.
Rabu (13/3) besok, Persib akan melakoni laga “tandang” istimewanya melawan Pelita Bandung Raya (PBR). Mengapa istimewa? Karena tim ini bermarkas di Bandung dan berisi anak-anak kota Bandung yang lumayan banyak. Tercatat nama Eka Ramdani, Munadi, Edi Hafid, Rendi, Asep Mulyana, dan Jajang ada di tim tersebut. Walaupun prestasi mereka tidak lebih baik dari Persib, namun laga ini bisa menjadi laga yang cukup panas dan berpotensi memberikan kejutan. Karena mereka biasanya selalu bermain dengan semangat berlipat bila berhadapan dengan “ibunya” sendiri. Semangat menunjukan diri pantas membela klub yang mereka cintai.
Bisa jadi, gawang Persib yang bertindak sebagai “tamu” kembali bobol untuk keempat kali beruntun oleh anak-anaknya sendiri. Dan mungkin dalam cerita Persib ini, Malin Kundang lah yang akhirnya mengutuk sang ibu menjadi batu.

Penulis adalah bobotoh biasa yang kebetulan menjadi wartawan Simamaung.com, ber-akun twitter di: @hevifauzan. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili redaksi.
Referensi Tambahan:
Citraningtyas, Clara Evi. (2004). Breaking a Curse Silence: Malin Kundang andTransactional Approaches to Reading in Indonesian Classrooms – an empirical study. Ph.D. thesis. Macquarie University.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar